Jika anda berkesempatan naik kereta
ekonomi Jabodetabek, anda akan melihat pedagang-pedagang asong yang
mondar-mandir menawarkan berbagai barang dari mulai air minum, kue
jajanan ringan, assecoris, sampai dengan batrai hape yang harganya
sangat murah. Khusus untuk produk baterai, ada batu baterai kecil merk
terkenal dengan harga Rp 500 per buah, baterai arloji/kalkulator Rp.
3.000 per buah dan baterai hape Rp 10.000 per buahnya. Namun beberapa
tahun belakangan ini, barang tersebut juga bisa ditemukan di berbagai
keramaian rakyat seperti pasar malam dan sebagainya.
Melihat betapa murahnya harga-harga barang tersebut, terutama
baterai-bateraian, saya jadi penasaran dan mencari informasi darimana
barang tersebut dan apakah itu asli atau tidak?. Karena berdasarkan
kalkulasi kasar saya, sebuah batu baterai kecil dengan kualitas sejelek
apapun biaya produksinya akan terlalu besar untuk dapat dijual dengan
harga eceran Rp. 500.
Tetapi karena keterbatasan kemampuan, saya tidak bisa menelusuri
secara lengkap dan pasti. Saya hanya mendapat informasi dari banyak
pihak bahwa barang-barang itu adalah kiriman dari China yang di tempat
asalnya merupakan barang bekas yang di isi kembali kemudian dijual ke
Indonesia. Barang tersebut dimasukkan ke dalam kelompok barang-barang
assecoris murah lainnya seperti jepit rambut, jarum pentul, gunting kuku
dan lain-lain.
Rongsokan-rongsokan barang elektronik umumnya mengandung sekitar
1000 material, dan sebagian besar dikategorikan sebagai bahan berbahaya,
karena merupakan unsur beracun seperti logam berat, diantaranya adalah
timbal. Timbal adalah racun penyerang saraf (neurotoksin) yang bersifat terkumpul (akumulatif) dan merusak pertumbuhan otak. Penyerapan timbal ke dalam darah manusia terutama melalui saluran pencernaan dan saluran napas.
Ketika dibakar, sampah yang mengandung logam berat ini menimbulkan
pencemaran timbal yang sangat berbahaya. Jika dibuang akan menghasilkan
lindi (cairan yang berasal dari dekomposisi sampah dan infiltrasi air
eksternal dari hujan). Cairan yang sangat konduktif ini masuk ke dalam
tanah dan menyebabkan pencemaran air tanah.
Peneliti PBB menyatakan bahwa ada 20 sampai 50 juta ton sampah
elektronik yang dihasilkan setiap tahun. 70 % dari sampah tersebut
dibuang dinegara-negara miskin dan berkembang. Limbah tersebut merupakan
sumber racun bagi manusia dan lingkungan sekitarnya karena pada saat
proses pembuatan perangkat elektronik juga menggunakan berbagai macam
bahan beracun.
Jika informasi itu benar, berarti selain surganya para koruptor,
Indonesia juga merupakan negeri penampung limbah B3. Jadi betapa
bodohnya masyarakat kita di mata asing ketika orang lain membuang limbah
harus membayar, tetapi oleh Indonesia malah dibeli. Padahal, sampah
barang elektronik merupakan bahaya yang paling mengancam kelangsungan
hidup di planet bumi kita, setelah masalah pemanasan global.
Reference:http://green.kompasiana.com/polusi/2011/12/20/indonesia-malah-jadi-pembeli-limbah-b3-dari-negara-lain/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar